Bila ada yang memberikan 2 pertanyaan kepada saya:
- apakah saya dan keluarga peduli lingkungan? Jujur, saya dan keluarga akan menjawab belum. Tapi bukan berarti kami lantas abai terhadap lingkungan disekitar. Saya pun sedang berupaya agar bisa terus peduli lingkungan.
- apakah peduli lingkungan hanya ikut tren atau gaya hidup?
Anda akan mendapatkan jawabannya setelah membaca tulisan ini hingga selesai. Selamat membaca.
Peduli Lingkungan
Yang dimaksud dengan peduli lingkungan, kalau boleh saya artikan secara bebas adalah sebuah upaya/tindakan/usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk mengurangi, mencegah, dan memperbaiki kerusakan yang terjadi pada lingkungan (alam) sekitar dengan cara reduce, reuse, recycle (3R).
Kalau hanya sekedar omongan saja, tentu saya sudah sejak lama merasa amat sangat peduli lingkungan. Resah dengan keadaan lingkungan dan alam sekitar saat ini yang sudah mengalami kerusakan parah. Akibat ulah kita, manusia. Tapi, rasa peduli lingkungan tidak bisa hanya di perasaan dan di omongan saja. Harus dengan aksi nyata dan dilakukan bertahap kemudian terus menerus.
Jadi, kalau berpedoman pada maksud dan arti peduli lingkungan di atas. Saya baru berani mengatakan mulai mencoba melakukannya. Karena baru mencoba mengurangi belum bisa mencegah. Pun belum bisa melakukannya secara terus menerus. Masih terus berproses sedikit demi sedikit, menjadi manusia yang peduli lingkungan.
Aksi Nyata
Beberapa aksi nyata yang saya dan keluarga telah dicoba dalam upaya untuk mengurangi dan mencegah kerusakan pada lingkungan sekitar, diantaranya: buang sampah selalu di tempat sampah, berhemat dengan penggunaan air. Baik untuk cuci piring maupun aktivitas MCK (mandi, cuci, dan kakus). Sementara untuk 3R masih tertatih-tatih menjalaninya.
Reduce (kurangi)
Mengurangi pemakaian barang dari bahan plastik, seperti kantong dan sedotan plastik. Padahal pemerintah sendiri telah menaruh perhatian yang besar, dalam hal pemakaian barang plastik, seperti kantong dan sedotan plastik. Sejak beberapa tahun lalu, sepertinya setelah ada peristiwa menghebohkan. Di mana ada kasus sedotan plastik tersangkut di hidung kura-kura.
Dengan mengeluarkan kebijakan dan peraturan penggunaan plastik, yang memaksa masyarakat untuk melaksanakannya. Malah belakangan, kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah banyak dicemooh dan tidak disukai. Karena dianggap hanya kebijakan mencari popularitas dan sesaat. Bahkan, saat ngobrol dengan beberapa pedagang kaki lima. Ada yang merasa kalau peraturan tersebut hanya untuk memfasilitasi pengusaha besar (swalayan, mini market, dan supermarket) saja.
Buktinya pengusaha besar bisa memproduksi kantong belanja pakai ulang dan menjualnya kepada konsumennya. Alih-alih menghentikan total penggunaan kantong belanja sekali pakai dari plastik. Mereka para pengusaha besar bisa mendapatkan banyak untung sekaligus. Dari penjualan kantong belanja dan promosi gratis usahanya, karena ada sablon yang tercetak di setiap kantong belanja. Sementara pengusaha kecil (di pasar tradisional dan pedagang kaki lima) tetap harus menyediakan kantong plastik sekali pakai. Contohnya: tukang sayur mayur, tukang bakso, tukang ikan, dan sebagainya.
Usaha untuk mengurangi pemakaian kantong plastik merupakan salah satu yang tersulit dilakukan buat saya pribadi dan keluarga. Karena sifat ringan dan kepraktisan yang dimiliki oleh bahan plastik. Sering lupa dan malas untuk membawa kantong belanja yang bisa dipakai berulang.
Sudah disiapkan di tas dan di kendaraan sendiri pun, tetap lupa untuk digunakan saat berbelanja. Lebih senang dibawa tanpa menggunakan kantong belanja, kalau masih bisa dibawa dan muat di tangan. Kalaupun belanjaannya banyak, saya lebih memilih minta menggunakan kardus bekas yang ada di swalayan tersebut. Atau malah membeli kantong belanja baru, kalau sampai kardusnya habis. Jadi di rumah pun banyak kantong belanja yang terkumpul 😅.
Untuk sedotan pun sama nasibnya dengan kantong plastik. Sejak 3-4 tahun lalu sudah berusaha membeli paket sedotan, sendok, garpu, dan sumpit dari stainless steel. Setiap anggota keluarga sudah dibelikan. Niatnya untuk ditaruh tas dan dibawa setiap kali pergi keluar rumah untuk makan. Tapi ya itu, kalau makan di luar pun kok ya lupa dan malas untuk dikeluarkan. Jadi tetap hanya dibawa-bawa saja. Daripada berat akhirnya saya keluarkan dari tas dan taruh di rumah. Sampai tulisan ini dibuat belum pernah dipakai lagi ðŸ¤.
Oh iya, yang membuat saya enggan menggunakan sedotan stainless steel karena merasa gimana gitu. Takut lorong sedotannya kotor, padahal sudah dicuci bersih, jadi timbul perasaan khawatir. Bawaannya pun saat digunakan untuk menyedot, rasa minumannya kok jadi berubah dan agak berbau.
Reuse (pakai ulang)
Pakai ulang untuk beberapa barang seperti kantong belanja dan sedotan, memang saya masih kesulitan untuk menerapkannya. Tapi ada barang-barang lain yang sudah berhasil diterapkan. Seperti menggunakan botol minum yang dibawa sendiri untuk bekal ke sekolah atau kantor. Ini pun masih menggunakan plastik 😅. Penggunaannya pun masih belum terlalu efektif. Seperti kalau habis bekal minum yang ada di botol, pasti akan membeli minum dalam kemasan sekali buang. Masih belum dengan mudah menemukan pedagang air isi ulang di pinggir jalan. Kalaupun ada, sepertinya saya pun tidak akan pernah mau membelinya.
Selain itu di rumah sudah mulai menggeser penggunaan dari bahan plastik menjadi kaca. Seperti teko (pitcher) sudah saya ganti dengan bahan yang terbuat dari kaca/beling. Sampai punya 5 teko beling, karena ukurannya yang imut. Belum berhasil menemukan teko yang ukuran besar. Ada yang ukuran galon, tapi saya tidak ingin membelinya, karena masih ada material plastik yang digunakan. Yaitu kran untuk mengeluarkan airnya. Jadi lebih suka menggunakan teko, walau ukuran kecil dengan daya tampung kurang lebih 1,3 liter. Karena air yang akan dituang ke gelas untuk diminum tidak melalui bahan plastik.
Pemakaian ulang barang lainnya yang sedang diupayakan terus adalah penggunaan pembalut. Iya, pembalut pakai ulang (menspad). Karena alasan peduli lingkungan dan mencoba beralih ke penggunaan material bahan yang lebih sehat. Saya sudah mulai menggunakan pembalut pakai ulang, yang terbuat dari bahan kain. Bukan lagi plastik seperti pembalut sekali pakai, sejak 1 tahun lalu.Â
Manfaat dari penggunaan barang-barang pakai ulang tentu saja banyak, diantaranya menghemat uang dan lebih sehat. Karena bisa dipakai berulang selama masih dalam kondisi baik. Anda bisa membaca tulisan saya yang bercerita tentang pembalut pakai ulang, siapa takut? dan reviu pribadi tentang pembalut pakai ulang Ningrat.
Recycle (daur ulang)
Daur ulang berarti memanfaatkan barang lama untuk dijadikan barang “baru”. Contohnya bekas wadah/kemasan kopi, minyak goreng, dan sabun cuci piring cair bisa dimanfaatkan untuk digunakan sebagai pot tanaman. Bahkan bisa dibuat sebagai kantong belanja, bagi yang bisa membuatnya. Ada pula dari kemasan kopi dibuat menjadi dompet dan hiasan meja. Dari sampah yang tidak berguna berubah menjadi barang yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis. Berarti bisa dijual dan menghasilkan uang.
Penerapan daur ulang ini, jujur saya pun masih kesulitan untuk melakukanya. Kalaupun ada dan pernah melakukannya, yaitu saat ada tugas sekolah membuat prakarya anak. Sekaligus untuk dilombakan, dalam rangka memeriahkan hari kemerdekaan 17 Agustus 2020. Waktu itu Kakak pernah mendapatkan tugas mendaur ulang barang bekas supaya bisa memiliki nilai ekonomis. Saya pun kebingungan membantu memberikan idenya, karena ada nilai ekonomis dari prakarya yang akan dikerjakan.
Saya pun terpikirkan untuk membuat tempat tisu dengan memanfaatkan 3 barang bekas. Pertama, kardus tipis bekas kemasan kudapan sebagai tempat tisunya. Kedua, koran bekas yang dilinting menjadi seperti batang lidi yang ditempelkan diseluruh bagian luar kardus. Selain sebagai penutup wajah asli kardus bekas kemasan juga memiliki fungsi supaya bisa kokoh berdiri. Untuk koran sebenarnya saat ini pun sulit di dapat. Karena media massa seperti koran saat ini sudah beralih ke daring bukan lagi cetak seperti dulu. Kebetulan saat itu masih ada beberapa lembar koran bekas di rumah. Barang ketiga, menggunakan sampah serbuk bekas rautan pensil. Sebagai taburan diatas lintingan koran untuk menambah estetik dari wadah tisu.
Bila anda bertanya siapa yang mengerjakannya? tentu saja anak yang membuat. Saya hanya membantu dengan ide dan melinting koran ðŸ¤. Karena Kakak kesulitan membuat lintingan koran supaya rapi, singset, dan kokoh saat ditempel. Untuk mencari bahan dan mengelem hingga penyelesaian dikerjakan sendiri oleh yang sekolah dan punya tugas.
Pada akhirnya, peduli lingkungan hanya ikut tren atau gaya hidup? Bila kita memang peduli lingkungan tidak bisa hanya omongan saja. Tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata yang berjalan terus menerus. Bahkan sudah menjadi kebiasaan dan dijadikan sebagai gaya hidup. Tidak bisa hanya mengikuti tren yang ada saat ini atau hanya supaya terlihat gaya sesaat. Semua kembali lagi kepada gaya hidup yang kita jalani. Apakah sudah mampu dan mau menerapkan gaya hidup yang mendukung untuk peduli lingkungan atau tidak?