Literasi baca tulis anak tanggung jawab siapa? begitulah kira-kira pertanyaan yang sering datang di pikiran. Kemampuan baca tulis anak, tanggung jawab utamanya ada pada orang tua. Dibantu oleh Bapak dan Ibu guru di sekolah.
“Eh, pinter banget ya masih kecil sudah bisa baca.” Atau ada kalimat “Tulisannya bagus sekali.” Pernahkah Anda mendengar kalimat pujian seperti itu? Atau malah pernah melontarkan kalimat pujian tersebut?
Kalau diingat-ingat. Beberapa kali, saya pernah mendengar. Sekaligus melontarkan kalimat pujian, seperti di atas. Sebagai apresiasi kepada seorang anak yang pernah ditemui. Sedang membaca atau terlihat tulisannya bagus dan rapi.
Di bagian lain, ditemui pula anak-anak yang duduk di kelas tinggi. Masih belum bisa membaca dan menulis dengan baik. Padahal kondisinya normal dan tidak ada kelainan. Sehat dan baik, secara jasmani rohani.
Menemui fenomena anak-anak seperti di atas. Berarti ada yang salah atau kurang dengan literasi baca tulis. Lantas, menjadi tanggung jawab siapa? orang tua dan guru yang harus saling bekerja sama. Namun demikian, tanggung jawab utama tetap ada pada orang tua.
Sekolah
Kadang pihak sekolah ketiban pulung. Menjadi pihak yang sering disalahkan pertama kali. Ketika ada anak yang belum bisa membaca dan menulis. Padahal para guru tentu saja sudah mengajarkan dengan baik kepada semua siswanya.
Buktinya hanya ada satu dua anak saja. Yang masih belum bisa membaca dan menulis dengan baik dan benar. Berarti soal daya tangkap dan kemampuan anak yang berbeda. Ada yang cepat dan mudah. Ada pula yang lambat dan perlu waktu untuk menerima dan menangkap.
Aneka Kegiatan Literasi Baca Tulis di Sekolah
Akhir-akhir ini kegiatan literasi baca tulis begitu gencar dilakukan. Oleh banyak sekolah, untuk membantu dan memudahkan siswa. Supaya memiliki kemampuan baca tulis dasar di tingkat sekolah dasar.
Pojok Baca
Pojok baca sering terlihat ada di sekolah-sekolah. Mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Bentuk, ukuran, dan fasilitas tergantung kreativitas dari sekolah. Bahkan mungkin ada yang menyediakan perpustakaan digital. Sebagai salah satu cara mengikuti perkembangan zaman. Atau mengantisipasi keterbatasan ruangan atau lahan.
Pohon Literasi
Belum lagi hiasan pohon literasi yang di tempel. Di dinding setiap kelas dengan aneka warna dan ukuran. Sebagai cara menggugah semangat siswa untuk membaca. Dilengkapi dengan kegiatan membaca buku setiap pekan.
Siswa ditantang atau diberi tugas untuk membaca buku. Satu judul buku, harus diselesaikan dalam waktu sepekan misalnya. Atau sesuai kemampuan masing-masing. Kemudian harus membuat kesimpulan dari buku yang selesai dibaca.
Setiap judul buku yang berhasil diselesaikan. Akan dituliskan di pohon literasi yang ada di dinding ruang kelas. Dengan melakukan cara tersebut. Diharapkan anak jadi terpicu keingintahuannya untuk membaca.
Diawali dari rasa penasaran terhadap judul-judul buku. Bisa pula dari gambar sampul depan buku yang menarik. Terpampang di pohon literasi milik teman-teman lain. Yang memang telah berhasil dan selesai dibaca. Getok tular istilahnya.
Pelajaran Literasi
Tidak jarang, sekolah memang sudah menjadwalkan. Ada aktivitas literasi baca tulis sama dengan mata pelajaran lainnya. Dengan berbagai upaya yang telah dicoba dan dilakukan. Pihak sekolah sudah memenuhi kewajibannya. Memberikan literasi baca tulis kepada siswa.
Namun dengan keterbatasan tenaga dari para guru di sekolah. Terkadang tidak bisa semua siswa mendapat perhatian satu demi satu. Kalaupun semua berhasil mendapatkan perhatian. Tentu tidak akan benar-benar detail.
Orang Tua di Rumah
Agar literasi baca tulis berhasil dilakukan. Harus berbagi peran dengan orang tua di rumah. Sebab waktu terbanyak siswa ada di rumah. Bersama orang tuanya, sebagai anak dan bagian dari keluarga.
Tidak bisa tanggung jawab utama milik orang tua terhadap anak-anaknya. Dibebankan kepada pihak sekolah, dalam hal ini para guru. Sebab sekolah dan guru-gurunya, hanya membantu orang tua. Dalam hal memberikan pendidikan kepada anak.
Memantau Perkembangan Anak
Tugas orang tua saat anak sudah kembali ke rumah. Adalah memantau perkembangan anaknya. Mulai dari kemampuan baca tulisnya hingga keterampilan lainnya. Ajak duduk bersama sambil bercengkrama dengan anak-anak.
Berikan ruang dan kesempatan kepada anak bercerita. Tentang semua kegiatan yang sudah dilakukan selama di sekolah. Baik dengan teman-temannya maupun dengan guru dan warga sekolah lainnya, Deri kegiatan ini pun bisa menjadi cara mengecek literasi baca tulis.
Menyediakan Waktu
Jadilah orang tua yang dapat dipercaya dan nyaman oleh anak. Untuk tempatnya berbagi cerita. Orang tua dapat memulai dari menjauhkan diri dari ponsel. Lalu sediakan waktu untuk anak.
Waktunya sangat fleksibel bisa disesuaikan dengan keluarga masing-masing. Biasanya ada yang memilih saat di meja makan. Atau saat selesai sholat Magrib atau Isya. Di mana semua anggota keluarga sudah ada dan berkumpul di rumah.
Bisa sambil duduk, rebahan, atau tiduran bebas saja. Sesuai dengan kebiasaan yang sudah ada atau ingin dibangun. Paling tidak kehadiran salah satu dari orang tua/wali. Ada di tengah anak-anak.
Memberi Fasilitas
Fasilitas yang diberikan kepada anak tentu saja disesuaikan. Dengan kondisi keuangan dan ekonomi masing-masing keluarga. Setidaknya usahakan untuk memfasilitasi anak untuk mendapatkan kemudahan. Dalam hal mendapatkan bahan bacaan.
Bisa berbentuk fisik maupun secara digital. Kalau memang ada kelebihan dana, maka dapat dialokasikan. Sejumlah dana untuk membeli buku yang disukai oleh anak. Jumlahnya, lagi-lagi dapat disesuaikan.
Buku yang ingin diberikan kepada anak tidak harus baru. Tapi pastikan jangan berikan buku yang bajakan. Agar anak juga belajar menghargai buah karya dan pikiran orang lain. Bila tidak membeli, buku bisa didapatkan dari meminjam.
Buku fisik maupun digital dapat dipinjam. Baik dari teman maupun dari perpustakaan. Apalagi sekarang teknologi dan digital sangat mudah didapatkan. Maka bisa pinjam buku digital dari perpustakaan nasional.
Memberi Contoh
Memang tidak ada cara yang paling mujarab. Selain contoh langsung dari orang tua. dalam memberikan literasi baca tulis kepada anak. Sulit rasanya, kalau orang tua hanya memerintah tanpa mencontohkan.
Anak hanya diberi perintah oleh orang tua untuk membaca. Sementara orang tuanya sendiri tidak pernah melakukan hal yang sama. Alasannya, karena tidak suka membaca. Lantas bagaimana anak bisa melakukan hal yang sama.
Anak pun dapat memberikan pembelaan diri. Bahwa mereka mengikuti orang tuanya tidak suka membaca. Sebab itu, bila orang tua tidak suka dengan aktivitas membaca. Paling tidak, jadikan sebagai kegiatan yang dipaksakan harus ada. Sehingga dapat memberikan contoh kepada anak.
Sambil menunggu tulisan seri literasi lainnya. Yuk berbagi cerita dan pengalaman Anda di kolom komentar. Sesuai judul tulisan ini, literasi baca tulis tanggung jawab siapa?
18 Tanggapan
diawali dari rumah, kalau pengin anak suka baca, orangtuanya juga harus punya minat baca tinggi, dan menyediakan waktu untuk bonding dengan anak dengan cara membaca bersama
Aku ingat dulu waktu anak pertama bikin Pohon Literasi digital
Asiknya anak makin giat membaca karena lihat animasi pohonnya makin banyak buahnya
Buah ada = sudah baca saat itu
Jadi, literasi itu tanggung jawab ortu dari rumah
Orang tua dan guru harus bersinergi dalam literasi anak karena sukses tidaknya literasi pada anak akan terlihat pada keseharian mereka.
Memberi contoh itu yang teramat sudah lho menurut saya mah…
Secara jaman sekarang anak emang udah pada kritis ya. Disuruh banyak baca buku, katanya di gadget juga baca buku kok
Disuruh jangan banyak pegang hp, katanya ibu aja selalu pegang hp
Hehe…
Meski setelah dikasih pengertian anak jadi tahu kalau saya pegang hp karena ada pekerjaan di sana dan saya selalu membaca berbagai informasi melalui ponsel saya juga
Hahahaha, tetep tanggung jawab ortunya, terutama emaknya yang banyak mengurus anak.
Menjadikan diri contoh, role mode buat anak, soalnya tipe anakku kadang mencontoh emaknya.
Dari mulai pegang hp, buka laptop, atau baca buku fisik selalu dikomen, bhuaaa.
Tapi Alhamdulillah mengajarkannya dengan memberi contoh
Ketika di rumah makan si anak belajarnya dengan orangtuanya/keluarganya. Sedangkan di sekolah, ya dengan gurunya. Jadi kudu imbang sih ya
Sejak dini memang anak harus diajarkan untuk suka membaca ya mbak. Dan kita sebagai orang tua seharusnya memberi contoh yang baik agar gemar membaca sehingga anak akan mengikuti jejak orang tua mereka nantinya.
Setuju banget nih, mulai dari rumah dulu. Ciptakan lingkungan yang mendukung, beri rasa nyaman baru pilih media lain seperti alat bantu dan sekolah ya mak.
Dan jangan lupa Childreen See Children do ya
Literasi pastinya diawali dari rumah. Orangtua yang menjadi contoh, mengajak anak mendengarkan cerita sebelum tidur. Sesekali mengajak anak ke perpustkaan daerah, ke toko buku. Pastinya di Sekolah akan berlanjut, kemudian di lingkungan pertemanan.
Terpenting peranan orangtua dalam memberi contoh betapa menyenangkannya membaca buku, mempelajari literasi secara menyeluruh secara perlahan dan konsisten juga 🤩
Kalau aku bilang sih ini tanggunga jawab orang tua dong, karena sebelum anak memulai kegiatan belajar bersama di sekolah. Kita yang lebih dulu mengenalkan mereka untuk baca dan tulis. Bagaimana mereka mengenal huruf dan juga memegang pensil itu dimulai dari rumah. Dulu saya dan suami berbagi peran saat mengajarkan membaca dan menulis.
Wajib banget sebagai orang tua untuk ngenalin literasi ke anaknya sejak dini, supaya mindset si anak jadi terarah dan berkembang
Iya nih sayangnya banyak orang tua yang tidak begini
Jadinya yaa sungguh sangat mengkhawatirkan
Guru yang akhirnya disalahkan jika anak tidak mampu literasi baca tulis
Pas banget ini tulisannya dengan kasus yang terjadi sekarang di mana ada anak-anak SMP yang ternyata masih belum bisa membaca. Bingung banget ini gimana gurunya ngajarin Waktu mereka SD Apakah mereka tidak menulis setiap hari atau ujiannya dengan metode lisan? Pastinya ini menjadi PR tersendiri bagi pemerintah untuk benar-benar memberikan pendidikan yang layak kepada masyarakat Indonesia bukan dengan sistem zonasi seperti sekarang yang benar-benar banyak kekurangannya.
Tanggung jawab utama di ortu sih menurutku..karenanya ortu mestinya dapat memberikan contoh kepada anak sehingga kegiatan literasi berjalan dengan baik. dan tentunya dimulai sejak dini
Tanggung jawab orangtua karena kan madrasah pertama adalah ibu, jadi ortu harus menjadi role model.
Anak-anak sekarang cenderung digital savvy ini membuat pola pikirnya instan dan minim literasi.
Ini aku sadari banget karena kadang mereka “membaca” gambar daripada tulisan. Jadi memang beda generasi dan beda pula treatmentnya.
Semoga dengan mengajak anak-anak membaca dengan cara yang relevan, bisa membangkitkan semangat mereka untuk mencintai proses belajar dan membaca.
Kegemaran dalam membaca yang jadi kebiasaanku saat kecil juga dari orang tua Mak. Bapak sih terutama yang secara aktif ngajak baca bahkan ke perpustakaan bareng
Iya banget, literasi baca tulis memang tanggung jawab 2 pihak ini ya. Yang paling awal tentunya sejak dari rumah. Dan orang tua pastinya yang paling bertanggung jawab. Itu sebabnya orang tua harus memberi contoh yang baik untuk anak. Dan kemudian juga lingkungan sekolah yang memberi support juga. Huhu aku jadi malu sama aku sendiri yang belum bisa jadi contoh untuk anak-anak. 🙁