Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the broken-link-checker domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/u5999482/public_html/wp-includes/functions.php on line 6114
Literasi Kewargaan sebagai Siswa di Sekolah - Catcilku

Literasi Kewargaan sebagai Siswa di Sekolah

Literasi kewargaan sebagai siswa di sekolah

Daftar Isi

Masih hangat berita di media massa. Tentang kejadian yang terjadi di sekolah. Antara murid dan orang tuanya yang berhadap-hadapan melawan gurunya. Kalau membaca dari kejadian tersebut maka penting bagi anak untuk mengetahui literasi kewargaan sebagai siswa di sekolah.

Seperti yang sudah kita pahami bersama. Bahwa tujuan orang tua menitipkan anaknya ke sekolah. Adalah untuk membantu mereka dalam mendidik anaknya. Keberadaan sekolah, disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan sumber daya orang tua. 

Dalam mendidik anak-anaknya, agar menjadi seperti apa yang diharapkan. Yakni, agar kelak memiliki “masa depan” yang baik. Namun yang sering terjadi adalah, orang tua lupa. Kalau tanggung jawab sesungguhnya dalam mendidik anak. Ada pada diri mereka sendiri.

Tipe Orang tua 

Bahkan sering terjadi antara orang tua, guru, dan sekolah. Tidak terjalin kerja sama yang baik. Dalam hal pendidikan kepada anak. Beberapa tipe orang tua dalam kerja sama dengan guru dan sekolah: 

Tidak Peduli

Pada tipe ini orang tua menyerahkan seluruhnya. Soal pendidikan anaknya kepada sekolah. Mereka tidak peduli bagaimana perkembangan dan kondisi anaknya. 

Anak baik atau tidak perilakunya bahkan orang tua tidak tahu. Benar-benar lepas tangan. Bila terjadi sesuatu dengan anak. Orang tua dengan tipe ini bahkan tidak peduli sama sekali. 

Merepotkan

Orang tua menganggap anak adalah harta yang paling berharga. Sehingga memperlakukan anaknya bagaikan raja atau ratu. Semua dilayani, disediakan, dan dimanjakan. 

Anak tidak boleh “tersentuh” oleh temannya, bahkan guru. Tidak terima, ketika anaknya salah. Lalu ditegur dan dididik oleh gurunya. Sering kali guru menjadi pesakitan. Gara-gara ulah anak yang orang tuanya bertipe merepotkan.

Kooperatif

Ini tipe orang tua yang sangat diharapkan oleh guru dan sekolah. Karena sesungguhnya orang tua, guru, dan sekolah adalah partner. Dalam pendidikan anak, agar menjadi generasi emas.

Orang tua sejalan dan aktif mendukung pendidikan anak. Kalaupun ada yang tidak sejalan. Maka mau diajak berdiskusi oleh guru dan sekolah. Untuk dicarikan solusi dan titik temu yang baik.

Orang tua tempat belajar anak pertama kalinya sebelum diserahkan ke sekolah. Karena waktu terbanyak anak adalah dengan orang tuanya. Sehingga bisa dikatakan sikap dan prilaku anak cerminan orang tuanya.

Ketika anak dititipkan ke sekolah. Berarti orang tua setuju kalau anak akan dibantu untuk dididik. Bersama dengan anak-anak lainnya di sekolah. Dengan latar belakang yang berbeda. Berkumpul membentuk satu masyarakat baru di sekolah.

Warga Masyarakat di Sekolah 

Anak menjadi warga masyarakat di sekolah. Yang terdiri dari para siswa, guru, dan tenaga pendidik lainnya. Berkumpul setiap hari sejak pagi hingga siang atau sore hari. Dalam melaksanakan aktivitas belajar mengajar. 

Dalam sebuah masyarakat berarti ada aturan dan norma yang berlaku. Wajib ditaati oleh semua warganya. Baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Agar warga sekolah dapat menaatinya. Maka harus tahu apa hak dan kewajibannya menjadi warga masyarakat di sekolah.

Sebab itulah anak yang sudah sekolah harus diberikan literasi kewargaan. Dengan posisinya sebagai warga masyarakat di sekolah. Sebab sekolah juga bagian dari warga negara Indonesia. 

Hak dan Kewajiban Warga Masyarakat Sekolah

Anak yang bersekolah dan menjadi warga masyarakat sekolah. Tentu saja ada hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Seperti halnya guru yang juga menjadi warga masyarakat di sekolah. Supaya tercipta keharmonisan dalam kehidupan sosial di sekolah. 

Ketahui hak dan kewajiban sebagai siswa

Kewajiban sebagai Warga 

Anak yang berstatus sebagai siswa di sebuah lembaga pendidikan. Maka memiliki kewajiban yang harus dijalankan. Berikut ini adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap siswa.

Menaati Peraturan 

Semua peraturan, norma, dan budaya yang berlaku di sekolah haruslah ditaati. Seperti penggunaan seragam. Mulai dari topi untuk penutup kepala hingga sepatu dan kaos kakinya.

Belum lagi soal budaya yang berlaku di sekolah. Yang memang telah dirancang sedemikian rupa. Untuk menjadikan siswa memiliki budaya yang baik yang dapat dijadikan kebiasaan. Dalam kehidupannya sehari-hari, di luar sekolah sekalipun. 

Belajar

Selain menaati peraturan, maka tugas utama dari siswa adalah belajar. Belajar merupakan kewajiban dan harus dijadikan kebutuhan. Sehingga akan dengan senang hati melaksanakannya. 

Menghormati Guru 

Poin ini yang saat ini mulai tergerus sedikit demi sedikit. Bahkan sudah sampai tingkat mengkhawatirkan. Di mana guru tidak lagi dihormati untuk digugu dan ditiru. Tapi kini guru sudah dihinakan oleh muridnya sendiri.

Bahkan orang tua pun ikut andil. Atas sikap tidak hormat anak kepada gurunya. Ketika anak ditetibkan oleh guru dalam rangka mendidik. Orang tua membela anak layaknya raja dan ratu yang tanpa salah. 

Guru dipermalukan, bahkan martabatnya direndahkan. Hanya karena orang tua tidak terima anaknya “disentuh” oleh gurunya. Orang tua lupa kalau dirinya menitipkan anaknya. Untuk dibantu dididik oleh guru di sekolah.

Ayo bagi Anda sebagai orang tua ataupun siswa yang membaca postingan ini. Mari bersama kita galakan kembali sikap hormat kepada guru. Agar keberkahan atas ilmu yang telah diajarkan oleh guru. Dapat kita dapatkan, sehingga ilmu menjadi bermanfaat. Serta sebagai lanjaran kesuksesan kita, Aamiin.

Hak Sebagai Warga 

Sebagai bagian dari warga masyarakat sekolah. Semua siswa memiliki haknya yang harus didapatkan. Yaitu mendapatkan pengajaran dengan baik. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Serta target pembelajaran yang disusun oleh pihak sekolah. 

Siswa juga berhak mendapatkan perlakuan yang baik. Penuh rasa kasih sayang, toleransi, dan saling hormat menghormati. Dari seluruh warga sekolah, utamanya adalah dari guru. Dengan begitu akan tercipta kehidupan sosial yang harmonis. Antarwarga masyarakat di sekolah.

Anda termasuk tipe orang tua yang mana? dalam hal bekerja sama dengan guru dan sekolah. Jangan lupa tinggalkan komentar dan pendapat Anda ya. Nantikan postingan berikutnya literasi kewargaan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

blog catcilku

Terima kasih sudah membaca postingan di blog catcilku.com. Semoga dapat memberi pencerahan dan bermanfaat buat Anda.

29 Tanggapan

  1. Waduh…repot banget nih sekolah, kalau ortu murid tipe yang merepotkan. Jadi anak manja maksimal nih anak-anaknya.
    Kalau di IG jadi rame deh netizen membandingkan pola asuk zaman dulu dan sekarang. Iya sih…kalau zaman dulu ortu malah otoriter deh.
    Kalau zaman sekarang lebih cocok tipe kooperatif sih menurutku. Penting banget kerjasama, kan demi kepentingan anak juga ya

  2. Kalau daku berusaha jadi orang tua yang kooperatif, Kak. Bagaimanapun guru-guru yang memantau perkembangan belajar anak, jadi ortu juga mendukung program sekolah.

    Tapi sedih yaa sekarang ada murid yang tidak hormat ke gurunya.

  3. Kalo kooperatif antar orangtua, guru dan siswa pasti diharapkan banget hal ini. Walau terbilang susah, tapi pastinya ada aja yang bisa menerapkan hal itu

  4. Pastinya saya kooperatif, karena walau bagaimanapun, saya menitipkan anak untuk mendapatkan edukasi yang benar. Selagi hak siswa terpenuhi dengan baik, ya kooperatif adalah sifat yang sangat baik deh.

  5. Sebagai generasi penerus bangsa, siswa memiliki peran penting dalam menjaga dan memajukan negara. Di sinilah literasi kewargaan menjadi kunci. Literasi kewargaan adalah kemampuan individu untuk memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara, serta mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

  6. Suka sedih kalau mendengar berita tentang murid yang berani melawan gurunya. Apakah sampai segitunya efek dari perkembangan jaman? Terkadang saya rindu pendidikan jaman dulu. Bukan tentang otoriternya, tapi tentang bagaimana seorang murid bisa begitu menghargari seorang guru. Sebagai ortu anak dari anak GenZ dan gen Alpha, saya berusaha banget-banget menanamkan budi pekerti kepada kedua anak saya. Bener-bener mendidik anak dari rumah/keluarga, sehingga mereka bisa menjadi siswa yang bisa menghormati dan menghargai guru dan warga sekolah lainnya.

  7. Di daerah saya tinggal, banyak sekali orang tua murid yang merepotkan. Ya meski ada juga yg kooperatif.
    Mungkin karena tingkat pemahaman dan pendidikan mereka juga kurang, jadi banyak yg mereka tidak ketahui bagaimana menjadi orang tua yg baik baik di mata anak maupun di mata sekolah dan masyarakat

  8. Jaman sekarang udah banyak tuh yang begitu.

    Saat anak melakukan kesalahan di sekolah. Guru bermaksud untuk mendisiplinkan.

    Eh. Nggak tahunya malah dibalas dengan cara yang nggak menyenangkan.

    Seolah guru nggak boleh mendisiplinkan siswa didiknya.

  9. Gimanapun orangtua dan rumah adalah sekolah pertama anak. Jadi sebagai pelajar, anak dan juga orang tua harus paham apa saja hak dan kewajiban anaknya di sekolah supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan

  10. Jujur aja ya, aku agak miris lihat pendidikan sekarang. Anak-anak banyak yang nggak menghormati gurunya (bahkan pernah baca komenan di medsos, gurunya kena mental duluan karena kelakuan muridnya). Di sisi lain, mulai banyak terangkat kasus guru yang seharusnya mendidik dan mengayomi murid, eh malah melakukan perundungan dan pelecehan pada muridnya.

    1. Iyaa kak, aku pun. Sekarang jadi lihat sekolah lihat bagaimana anak didiknya, bisa menghormati guru atau nggaa, ada adab atau ngga, soalnya kalo remaja gitu kan dari 24 jam waktunyaa di sekolah kebanyakan juga dihabisin di sekolah, di rumah mereka cuma istirahat kadang :(((

  11. Tipe orang tua yang merepotkan ini enaknya dikasih hadiah apa ya. Klo ada yang mempunyai tipe tidak perduli ini mah keterlaluan pake banget. Semoga kita semua dijauhkan dari tipe-tipe yang soperti itu.

  12. Jadi kangen zaman dulu dimana orang tua sangat kooperatif dengan guru. Murid pun hormat selama guru tersebut juga memanusiakan murid-muridnya.

  13. Di sekolah banyak peraturan, hak dan kewajiban. Dan sudah sepantasnya sih kalau anak yg kita “titipkan” di sekolah, dididik oleh para guru. Ya, bisa saja kadang ada teguran atau sentuhan kecil guru ke murid.

    Namun, sayangnya orang tua murid ada aja yg membela anaknya tanpa tahu duduk permasalahannya apa. Mempermalukan guru dg semena-mena.

    Suka ngelus dada melihat tingkah orang tua seperti itu.

  14. Sebagai org tua, kita harus kooperatif sih dalam membantu proses kelancaran belajar mengajar. Jgn cuek/jgn marah2 kalo anaknya disentil gurunya. Asal tdk dgn cara kekerasan ya. Misal dipukul dgn tangan gt.

    Kemarin ada guru dkt rumah. Dia menyulut tangan anak pake rokok. Udah tahu di sekolah tuh dilarang ngerokok. Eh nih guru nekad aja. Ternyata di rumah tuh lagi konflik dgn istrinya. Makanya marahnya tuh dilampiaskan ke anak murid. Ya marahlah wali muridnya.

  15. Memang ada saja sih orangtua yang cuek bebek dengan proses belajar anaknya di sekolah, entah karena faktor apa ya. Tugas orangtua memang nggak mudah. Apalagi kalau anak sudah berada di usia sekolah. Bukan hanya proses belajar dan bermain di keseharian saja yang butuh diperhatikan, bahkan kesehariannya di sekolah juga nih, butuh bangun komunikasi dengan anak dan gurunya juga.

  16. Sebagai pengajar saya pun merasakan kebahagiaan kalau menemukan tipe orang tua yang kooperatif dalam masalah pendidikan anaknya, karena pada dasarnya memang kita kerjasama dalam mendidik anak, orang tua mendidik di rumah dan guru mendidik di sekolah

  17. Pastinya ingin jadi tipe yang kooperatif, tapi beda lagi kalau sang guru justru berkata-kata buruk dan bikin down mental anak. Ini yang terjadi di SD sekitar rumah. Makanya penting banget guru juga tahu hak dan kewajibannya.

  18. Literasi Kewargaan sebagai Siswa di Sekolah sangat penting ya.. Hmm.. Alhamdulillah selama ini belum menemukan orang tua yang suka bikin huru hara disekolahnya anak-anak. Rata-rata kooperatif, jadinya adem ayem. Mungkin karena aturan sekolah jelas dan tegas juga ngaruh ya..

  19. Nah, tipe orang tua merepotkan itu emang paling nyebelin deh kak, soalnya di sekolah tempat almarhumah mama saya dulu ngajar, ada anak yang bandel dan sering berantem sa temennya, terus kena tegur guru olahraga, cuma diusap pipinya sambil dinasehatin, eh malah dilaporin ke orang tuanya katanya ditampar. Besoknya orang tuanya ribut ke sekolah sampe ngancem bawa wartawan dan sodaranya yang polisi. Beda banget pokoknya sama orang tua yang kooperatif

  20. Memgingat hak dna kewajiban siswa, inijuga cukup miris bagi orang tua, mengibgay orang tua saat ini malah acuh dengan anaknya. Tidak semua orang tua mau bersama mencapai hak kewajiban siswa sebagai warga sekolah. Miris lagi, ortu menyerahkan pendidikan kepada sekolah seutuhnya.

  21. Menjadi orangtua memang harus matang secara mental dan emosional yaa..
    Aku juga kalau dapat laporan dari anak mengenai suatu kejadian, pasti aku cerna dulu. Kapau perlu minta bantuan para pengajar untuk di konfrontasi, kalau memang sang anak membutuhkan bantuan.
    Selama mereka bisa menyelesaikan konflik mereka sendiri di sekolah, tentu sebagai orangtua dan guru pun hanya cukup memberi saran.

    Anak sekarang memang galack-galack yaa..
    Kebebasan berpendapat ini kadang berlebihan sehingga jatuhnya kurang adab terhadap pengajar.

  22. Anak-anak perlu diajarkan sejak dini tentang hak dan kewajiban mereka sebagai siswa biar bisa menciptakan lingkungan belajar yang positif dan harmonis. Jadi, yuk kita sama-sama dukung literasi kewargaan di sekolah, supaya anak-anak kita tumbuh jadi generasi yang beradab dan penuh tanggung jawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

catcilku.com

Hai selamat datang di blog catcilku. Blog ini adalah catatan kecilku untuk saling berbagi macam-macam cerita dan cita. Semoga bermanfaat

- Titi Bdy -

PROGRAM
Peserta BRT Network Growth Organic Periode April - Agustus 2024
KOMUNITAS

Copyright ©dinti 2024 | All Rights Reserved