Sejak akhir bulan November 2023, jalan-jalan semakin “meriah” dan ramai. Oleh berbagai warna dan ukuran spanduk yang dipasang. Berisi foto dan iklan menjual diri dari seseorang (politikus) yang ingin menjadi anggota dewan. Mereka berasal dan diusung oleh berbagai macam partai politik Ada yang berwarna merah, kuning, biru, toska, hijau, putih, oranye, hitam dan sebagainya. Menandakan kampanye sudah dimulai. Kalau sudah begitu, berarti menjadi tanda kalau pemilihan umum (PEMILU) sudah dekat 😁.
Aneka Spanduk Menjual Diri Para Politikus
Melalui peraturan tentang PEMILU yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tepatnya mulai tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024. Masa kampanye telah dimulai dan akan berlangsung selama 75 hari. Sementara masa tenang akan dimulai tanggal 11-13 Februari 2024. Untuk persiapan hari pencoblosan esok harinya.
Berdasarkan peraturan tersebutlah, membuat para politikus sudah langsung tancap gas. Tidak mau kehilangan waktu dan peluang. Jadi, aneka spanduk menjual diri para politikus sudah mulai terpajang. Memenuhi seluruh jalan-jalan, baik di pinggiran kampung sampai di jalan protokol. Mulai dari para politikus baru sampai dengan yang lama alias kawakan. Semua berlomba-lomba memasang spanduk. Dengan aneka ukuran bahkan gaya dan tulisan. Tiap politikus yang ingin menjual diri, tentu saja harus kuat modalnya. Yang bermodal cekak tentu saja akan kalah saing. Bisa dilihat dari jumlah spanduk dirinya yang terpajang di jalanan.
Modal Para Caleg
Untuk menjadi calon legislatif (caleg) tentu saja para politikus harus mengeluarkan modal. Mulai dari awal hingga akhir waktu masa kampanye. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya. Tentu saja para caleg ini berasal dari berbagai latar belakang. Kondisi ekonominya pun beraneka macam. Ada yang berkantong tebal tidak jarang pula yang cekak. Dengan kata lain, ada bermodal seadanya hingga tidak berseri. Belum lagi kalau ditilik mengenai sumber modalnya tersebut.
Ada yang bermodal dari milik sendiri, karena memang punya uang dan harta. Ada pula yang bermain-main dengan judi. Iya, saya sebut judi. Karena sejatinya tidak memiliki harta, jadinya memberanikan diri untuk meminjam sana sini. Sebagai modal menjual diri untuk mencalonkan diri. Sambil berharap peruntungan dari nasib dirinya. Semoga dapat mengumpulkan suara. Supaya terpilih dan duduk menjadi anggota legislatif. Untung-untungan itulah yang disebut dengan judi.
Penggunaan Modal Bagi Caleg
Modal yang harus dikeluarkan oleh para politikus (caleg). Tentu saja digunakan untuk berbagai macam. Tujuan utamanya ya supaya seorang caleg dikenal oleh masyarakat. Sehingga pada waktunya dipilih. Kata kabar burung, ada yang digunakan sebagai mahar kepada partai politik pengusung. Benar atau tidaknya, saya kurang paham. Bisa pula digunakan untuk mengadakan pengajian, bazar murah, sebar sembako, dan sebagainya. Semua caleg berusaha menjual dirinya dengan modal yang dimilikinya. Supaya dikenal oleh masyarakat banyak.
Tentu saja apapun cara yang digunakan akan selalu disertakan nama, partai, serta Capres dan Cawapresnya. Memasarkan dirinya supaya kelak dipilih pada hari pencoblosan. Tidak ada yang salah memang, namanya juga usaha. Segala cara, apapun dilakukan. Ya sah-sah saja. Asalkan kuat iman, kelak kalau tidak terpilih jangan sampai stres apalagi menjadi orang gila. Seperti yang sering diberitakan di media. Karena saya sendiri belum pernah melihat langsung para caleg gagal yang menjadi stres apalagi sampai gila. Kejadian musiman tiap 5 tahun sekali selepas masa pemilihan umum (PEMILU).
Spanduk sebagai Alat Peraga Kampanye
Selain dari yang sudah disebutkan di atas. Modal yang harus dikeluarkan oleh caleg, diantaranya adalah untuk membuat alat peraga. Salah satu cara yang termudah adalah menggunakan spanduk sebagai alat peraga kampanye di ruang terbuka. Dengan harapan setelah memasang spanduk yang berisi foto, nama, dan partai pengusung. Maka caleg tersebut akan dikenal. Bahkan selalu diingat hingga hari pemilihan. Syukur-syukur dicoblos oleh masyarakat yang ingat dengan nama si caleg. Dari salah satu spanduk yang dipasang dan tersebar di berbagai titik jalan.
Pada akhirnya diharapkan para pemilih tidak akan lagi bingung ketika ingin memilih atau mencoblos. Sehingga tidak akan mengalami PEMILU tergalau yang pernah diikuti.
Apakah anda pernah memperhatikan aneka spanduk menjual diri para politikus yang ingin menjadi caleg? Kalau saya senang melihat dan memperhatikan. Setiap kali keluar rumah melewati jalanan, baik di perumahan maupun di jalan protokol. Pasti akan dengan mudah melihatnya. Bahkan pernah satu kali, bersama anak-anak menghitung. Banyaknya jumlah spanduk dari satu orang caleg, di sepanjang jalan yang kami lalui.
Saat itu kami melintas dari Pramuka, Rawamangun, Jatinegara, hingga Kramat Asem. Takjub dengan jumlahnya, yaitu lebih dari 40 spanduk. Ukuran dari spanduknya pun didominasi dengan ukuran besar. Selain itu ada satu videotron besar yang terpasang di gedung baru (milik sebuah stasiun televisi). Langsung dong terbayang, berapa modal uang yang harus dikeluarkan untuk membuat spanduk-spanduk itu. Belum lagi untuk membayar petugas atau relawan yang memasangnya 😁. Pastinya jutaan itu uangnya.
Desain Spanduk Para Caleg
Selain ukuran dan warna dari spanduk yang dipajang di jalan. Anda pun dapat melihat dan menilai seberapa menarik desainnya. Kalau sudah ngomongin desain berarti akan ada warna, foto, serta jenis dan ukuran huruf sebagai tipografinya.
Foto Caleg
Bagi saya untuk bagian foto caleg yang paling menarik untuk dilihat. Karena di sana akan terlihat dengan jelas. Kreativitas dari desainer spanduk, fotografer, dan pengarah gayanya. Merekalah yang akan pertama kali dinilai oleh yang melihat spanduk seorang caleg. Iya dong, pertama, seorang politisi pasti tidak akan mengerjakan sendiri semuanya. Pasti capek dan habis waktu. Lebih bermanfaat kalau waktunya digunakan untuk bertemu dengan masyarakat para calon pemilih.
Gaya Foto
Sebelum dicetak, pastinya aneka spanduk menjual diri para politikus akan dikonsep terlebih dulu. Mau dibuat seperti apa spanduknya. Konsep akan terkait dengan gaya foto dari caleg. Dari spanduk-spanduk yang sudah saya lihat selama ini di jalanan. Berikut beberapa konsep spanduk yang diterjemahkan ke dalam gaya foto dari caleg:
- Gaya pas foto
Pastinya terlihat kaku layaknya foto di rapor, ijazah, paspor, dan SIM. Ada yang memasang foto setengah badan. Tiga perempat badan dan tidak jarang menampilkan foto seluruh badan. Sayangnya gaya pas foto inilah yang paling banyak dipilih dan digunakan. Baik oleh pasangan Capres dan Cawapres maupun para Caleg. Tapi menurut saya jadi sangat tidak menarik untuk dilihat
- Menggunakan teknologi artificial intelligence (AI)
Sepertinya hanya foto dari satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Yang menggunakan teknologi AI. Entah kalau dari caleg apakah ada yang mengikutinya atau tidak. Saya belum pernah melihatnya
- Karikatur
Gaya ini yang paling menarik kalau menurut saya pribadi. Ada salah satu caleg pria yang menggunakan konsep karikatur. Kepalanya asli dan bagian badannya menggunakan karikatur. Tapi saya masih penasaran, apakah membuat karikaturnya menggunakan AI atau langsung gambar secara manual. Yang jelas, keren konsep dan idenya. Sepengelihatan saya belum ada caleg lain yang menyamai dan menggunakannya
- Gaya bebas
Kalau dilihat-lihat. Sepertinya tidak banyak para politikus yang ingin menjadi caleg berani foto dengan bergaya bebas. Contohnya bergaya di atas sepeda motor milik abang ojol. Salah satu Capres ada yang menggunakan gaya bebas ini. Di masa awal kampanye, saya pernah melihatnya. Di billboard besar menjulang tinggi. Terlihat ketika melintas di jalan tol, sekitar Cawang-Halim di KM 00. Gaya ini kemudian dipakai pula oleh seorang caleg perempuan.
Tulisan aneka spanduk menjual diri para politikus berdasarkan temuan saya sendiri. Selama menyusuri jalan di sekitar daerah Jakarta Timur: By Pass, Cakung, Pondok Kopi, Duren Sawit, Matraman, Pramuka, Jatinegara, Rawamangun, Taman Mini, Ceger, dan Pondok Ranggon. Jakarta Pusat: Salemba, Menteng, Cempaka Putih, Rawasari, Senen, Letjen. Suprapto, Tanah Abang, dan Slipi. Jakarta Utara: Kelapa Gading. Ditambah saat melakukan perjalanan ke Bandung.
Apakah anda melihat dan menemukan spanduk-spanduk seperti yang dijabarkan di atas? Mana yang paling sering anda lihat? Yuk, ditulis di kolom komentar. Siapa tahu ada yang berbeda dari yang saya temukan.
22 Tanggapan
Wah banyak sekali ya gaya foto calegnya,kalau gaya foto calegnya banyak, banyak pula calegnya.
Iya dong. Kan calegnya dari berbagai partai politik
Kampanye di Jaktim kecamatan Pulogadung, Cakung, Matraman bener2 meriah.
Ada mpok Saskia, Habiburrahman, Faldo Maldini pokoknya gila2an spanduknya.
Satu spanduk paling kecik yg suka digantung di pohon/tiang listrik ongkos pasang bisa 6000perak
Ternyata ada ongkos pasangnya beneran ya. Mahal banget pula 🤭
Modalnya memang gedeee buat maju caleg gitu, Mbak. Makanya bisa stress jika tidak terpilih. Yang perlu diingat itu jadi caleg, gabung di partai bukan untuk cari duit tapi justru banyak keluar duit. Syukurlah udah beres pemilu jadi pemandangan tidak tertutup wajah orang tak dikenal.
Sayangnya ada saja caleg yang memang dari awal tujuannya nyaleg untuk cari duit 🤭
Sejujurnya agak mengganggu sih spanduk-spanduk caleg ini. Males aja lihatnya bertebaran di jalan-jalan. Tapi ya memang itu jadi salah satu cara “menjual diri”. Tapi hari ini saat buka kertas suara aku senyum-senyum lho lihat foto para caleg, ada yang unik posenya. Langsung menarik perhatian hehe
Wah sempat lihat-lihat foto caleg di kertas suara mbak? saya males lihatnya, langsung coblos saja biar cepat 😅
Sangat penting untuk menjaga integritas dan etika dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam politik. Mengajak atau mendukung konten yang merugikan integritas, apalagi yang melibatkan praktik yang tidak etis, dapat merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap proses politik.
Kalau dalam spanduk sepertinya tidak tersirat integritas dan etika dari para politisi yang sedang menjual diri tersebut
Di Lombok, kebanyakan ya gaya foto yang kaku seperti di KTP.
Sebagian kecil saja yang menggunakan busana khas, misal kebaya atau bahkan busana adat khas Lombok.
Mungkin biar tidak terlalu berbeda juga dengan foto yang terpasang di kertas suara. Walaupun ternyata hanya kertas suara DPD saja yang menampilkan foto. Sisanya hanya nama lengkap saja.
Wah ada yang pakai busana khas dan adat ya. Ini pasti keren. Di Jakarta saya belum pernah lihat ada yang pakai
Nah pas nih bahas gaya pas foto jadi inget Komeng deh. Walau beliau bukan dapil di tempat daku tinggal, tapi bahasan pas fotonya yang lucu, dan gak nyangka beliau menang yak hihi.
Iya, Komeng pakai gaya bebas 😂. Baru tahu, setelah baca dari berita
Duluuu pernah iseng motoin spanduk yang unik-unik, apalagi waktu tinggal di kota yang nggak terlalu besar, jadi sebetulnya spanduk juga nggak sebanyak di Jakarta. Tapi sekarang mau bahas juga jadi kadang khawatir dianggap mencela, hehehe. Padahal bisa juga ya diulas dari berbagai sisi seperti di postingan ini, bukan membidik keunikan secara khusus tapi fenomena dan pilihan desainnya secara umum.
Iya mbak, tinggal kita bahas saja dari sisi yang beda 😁
Kebayang sampah spanduk berapa ton itu ya. Di sekitar rumahku udah bersih dari spanduk. Kalau dipikir, lumayan juga ya dana cuma buat bikin spanduk aja.
Nah, ini kepikiran juga sama saya. Itu sampah spanduk dikemanain ya. Apakah bisa diproduksi ulang? Atau dibuat kerajinan barang recycle
saya juga tim suka baca-baca spanduk caleg nih Mba. Serasa ada aja kosakata baru yang didapat saat membaca visi dan misi mereka. Jadi memudahkan juga saat melakukan pencoblosan.
Iya, kadang suka ada kata yang lucu. Tapi kalau saya pasti hafal karena banyaknya spanduk seorang caleg. Kalau tidak banyak ya tidak hafal
Saya suka nih lihat lihat nama caleg di spanduk sepanjang jalan. Visi misi dan taglinenya unik-unik hahah
Iya, kadang ada yang kasih visi misinya kadang tidak ada. Cuma kasih nama, nomor, dan parpolnya saja