Menuntun sepeda, menjadi awal proses belajar mengendarai sepeda yang saya lakukan. Bukan karena alasan manfaat bersepeda. Sampai dengan kelas 3 SD barulah saya tidak tahan ingin belajar mengendarai sepeda sesungguhnya. Seperti yang sudah dituliskan di atas, mulailah belajar dengan meminjam sepeda milik tetangga. Itupun belajarnya diam-diam, tanpa sepengetahuan ibu. Diajari oleh teman atau Om sendiri. Proses belajarnya tentu ada jatuh bangunnya, tidak lancar dan secepat tiga dara di rumah. Tidak terhitung berapa kali jatuh, saat belajar sepeda. Ada 2 kali kejadian yang paling diingat dan membekas di hati. Bahkan kejadiannya pun sampai sekarang masih terasa, seperti baru kemarin. Yaitu mengalami kecebur got, ketika masih belum lancar mengendarai sepeda, tapi sudah berani berkeliling di jalanan kampung.
Pertama nih karena belum lancar benar, tapi gegayaan memboncengi teman–pemilik sepeda–untuk main. Saat tiba di jalanan sepi di daerah perumahan yang pada masanya adalah kawasan elit (setidaknya bagi saya). Dari arah berlawanan terlihat sebuah mobil yang berjalan menuju kami yang sedang berboncengan. Saya yang menjadi pengemudi sepeda mengalami kepanikan. Tidak tahu bagaimana menghadapi situasi bila berpapasan dengan kendaraan lain. Bukannya menekan rem dan mengarahkan sepeda ke sisi pinggir jalan. Saya malah memejamkan mata–meram–saking bingungnya tidak tahu harus bagaimana 😅. Alhasil sepeda melaju entah ke mana, yang diingat saat kembali membuka mata. Kami sudah meluncur menuju sebuah tembok rumah yang di bawahnya ada sebuah got.
Masih di posisi di atas sadel sepeda. Tidak sempat loncat apalagi mengerem. Sebagai hadiahnya, kepala dan wajah saya sebagai pengemudi langsung membentur tembok tanpa ampun. Sementara badan dan ban sepeda bagian depannya terperosok ke dalam got. Bibir saya yang mencium tembok langsung berdarah dan jontor. Tidak ingat berapa lama sampai bengkak di bibir hilang. Sementara teman saya si pemilik sepeda, entah di mana posisinya saat kejadian. Mungkin dia sempat loncat sebelum sepedanya menabrak tembok. Atau tetap berada di atas jalu sepeda dan ikut bersama hingga sepeda berhenti di dalam got. Kalau teringat kejadian bibir jontor karena meram saat sepeda menabrak tembok pasti langsung tersenyum. Alhamdulillah, kami berdua tidak terserempet apalagi sampai tertabrak mobil yang datang dari arah berlawanan.
Kecebur got yang terakhir yang terparah. Pada saat itu, sebenarnya saya sudah mulai lancar mengemudikan sepeda. Entah kenapa, saat melaju di tikungan saya bisa nyemplung ke dalam got. Celakanya, saya nyebur di got yang dalam sekali untuk ukuran tubuh anak kelas 3 SD. Mau tidak mau, dari ujung kepala sampai kaki semua basah kena air got. Tahu sendiri dong, air got yang ada di Jakarta seperti apa. Air sedikit berlumpur, berwarna hitam pekat, dan sudah pasti berbau. Kejadian rincinya saya tidak ingat, apakah naik sepeda sendiri, memboncengi teman, atau bagaimana. Siapa yang menolong saya keluar dari got, karena tidak mungkin bisa keluar sendiri dari dalam got. Bagaimana nasib teman yang dibonceng (bila memang ada yang membonceng). Serta bagaimana kondisi sepeda milik teman yang digunakan 😅.
Alhamdulillah, dari “kecelakaan” yang terjadi saat belajar mengendarai sepeda. Saya tidak mengalami luka yang serius. Hanya satu kali mengalami bibir jontor dan lecet-lecet sedikit di tangan dan kaki. Seru, hanya itu yang ada di dalam pikiran saya ketika mulai belajar mengendarai sepeda dan bersepeda saat sudah mulai bisa. Jadi walaupun berkali-kali jatuh bangun bahkan sampai kecebur got yang aduhai seperti yang sudah diceritakan di atas. Saya bersyukur tetap semangat, tidak mutung apalagi sampai takut dan trauma bersepeda. Sebab banyak juga dengar cerita dari orang, kalau mereka tidak bisa mengendarai sepeda sampai tua. Dikarenakan takut dan trauma saat belajar mengendarai sepeda, hanya karena jatuh satu kali.
Beda lagi pengalaman anak-anak di rumah yang bisa mengendarai sepeda. Tanpa mengalami jatuh bangun apalagi sampai kecebur got seperti saya. Alhamdulillah. Mereka bahkan belajar sepeda tidak pakai lama. Tapi beda kecepatan dan cara belajar dari ketiganya. Untuk nona kecil, saya tidak mengajari dengan susah payah. Hanya memegangi beberapa kali dan beri tahu bagaimana triknya. Selanjutnya dia sudah bisa mengendarai sepedanya sendiri. Belajar dari salah dan coba lagi terus begitu sampai berhasil. Sementara untuk gadis kecil, belajar saat di rumah Kakeknya. Seingat saya belajarnya pun menggunakan sepeda milik sepupunya. Atau sepeda berwarna ungu, miliknya sendiri yang dibelikan oleh Kakek.
Yang tercepat adalah cara belajar dari puteri kecil. Bahkan saya tidak pernah merasa mengajarinya mengemudikan sepeda. Dia langsung bisa sendiri setelah beberapa kali mencoba mengendarainya. Seperti dia mampu menggunakan sepatu roda dan berjalan di atasnya, pada usia tiga tahun. Seolah-olah dia memiliki caranya sendiri untuk belajar, hingga memiliki kemampuan mengendarai sepeda. Pada prinsipnya saya membebaskan ketiganya untuk belajar dengan cara mereka sendiri. Di awal hanya diberi tahu saja bagaimana cara supaya menyeimbangkan badan saat di atas sepeda. Salah satunya dengan menggerakkan badan sedemikian rupa, supaya tetap seimbang. Kedua, tetap berani dan semangat.
5 Cara termudah belajar mengendarai sepeda, menurut saya adalah:
- Jangan pernah memikirkan apa-apa. Maksudnya di sini ya lakukan saja dulu, jangan memikirkan harus apa, bagaimana, dan sebagainya. Abaikan dan jangan pernah sekalipun mencoba untuk melintaskannya dalam pikiran
- Tidak ada cara lain selain dengan memulai naik ke atas sadel sepeda yang ada. Gimana caranya bisa mengendarai sepeda? kalau naik ke atas sadelnya saja tidak bisa, bahkan takut. Tidak akan mungkin bisa mengendarai sepeda. Yang ada hanya menuntun-nuntun sepeda saja atau malah sepedanya yang naik ke anda. Alias diangkat dan dipikul 😂
- Kayuh pedalnya, walau dengan terpatah-patah gerakannya. Ibarat mengeja huruf demi huruf saat belajar membaca. Dengan teknik yang sama mengeja, satu kaki di atas pedal, kaki lainnya ada di tanah. Kaki di lantai sebagai cagak untuk menjaga keseimbangan, sementara kaki yang di pedal mulai dikayuh ke arah depan.
- Lakukan berulang kali dengan terus coba lagi ketika gagal. Bangkit lagi ketika terjatuh bahkan bila mengalami kecebur got seperti saya.
- Jangan malu dan takut terluka. Insyaallah bisa disembuhkan. Karena malu sesaat dan luka-luka kecil, tidak sebanding harganya dengan memiliki sebuah keahlian. Dalam hal ini kemampuan untuk mengendarai sepeda. Karena dengan memiliki keahlian akan memudahkan hidup kita sebagai manusia di dunia.
Dari 5 Cara termudah belajar mengendarai sepeda yang sudah dituliskan di atas, tiap orang akan memiliki caranya sendiri. Pada akhirnya, semua yang mau mencoba pasti akan menemukan momentumnya. Pokoknya buat bisa!
Ingin mengingatkan khusus untuk nomor 5, dari 5 Cara termudah belajar mengendarai sepeda. … malu sesaat dan luka-luka kecil, tidak sebanding harganya dengan memiliki sebuah keahlian.
Apakah anda tidak pernah mendengar omongan dari orang di sekitar? Yang mengeluh, kalau tidak ingin dikatakan menyesal. Karena tidak bisa mengendarai sepeda, hanya karena takut. Kalau ibu-ibu muda, biasanya terucap begini: “nyesel deh dulu belajar sepeda tidak sampai bisa, karena takut gara-gara pernah jatuh. Jadi sekarang tidak bisa antar jemput anak ke sekolah.” Pernah dengar dong? Bayangkan bila mereka memiliki keahlian bersepeda, tentu akan menghemat pengeluaran. Bisa antar jemput sekolah anak dengan menggunakan sepeda. Atau menggunakan motor, bila keahliannya ditingkatkan lagi. Jadi terbukti ya manfaat bersepeda.
Berdayalah, maka engkau tidak akan pernah diperdaya!
Ngomong-ngomong, belajar mengendarai sepeda adalah salah satu dari 8 ide mengisi liburan sekolah.