Pada akhirnya semua harus mau disuntik vaksin Covid-19. Baik secara sukarela maupun terpaksa. Alasannya, karena kebijakan pemerintah, yang mewajibkan rakyatnya untuk vaksin. Ada saja “ancaman” yang dibuat hanya untuk menyuruh rakyatnya vaksin. Padahal banyak pakar dan orang pintar menilai tindakan yang dilakukan pemerintah tersebut tidak elok untuk dilakukan. Tetap saja pemerintah jalan terus, di tengah pro dan kontra dari rakyatnya. Namanya juga sedang memegang kekuasaan, jadi punya kuasa untuk memaksa.
Saya termasuk salah satu yang merasa terpaksa untuk divaksin. Entahlah, ada rasa tidak sreg untuk melakukan vaksin Covid-19 ini. Jadi memilih untuk menunda dan mengabaikan vaksin sejak beberapa bulan lalu. Ada berita vaksin gratis, kemudian diubah akan dijual. Sampai dikembalikan gratis lagi. Bahkan ramai berita bahwa vaksin akan digalakkan dan akan diberlakukan “ancaman”. Masih tetap santai dan malas mencari tahu bagaimana caranya supaya bisa divaksin. Bahkan tawaran dari pihak RT/RW yang memfasilitasi, tetap bergeming.
Di rumah, baru suami yang sudah divaksin, pada tanggal 15 Juli 20201. Itu pun agak terpaksa melakukannya, hanya karena ditanyakan terus oleh kantornya. Baru kali ini ya, kita melakukan vaksin, tapi rasanya seperti dikejar-kejar dan terpaksa. Tidak ada keikhlasan sama sekali. Hanya menggugurkan kewajiban, dengan harapan tidak dipersulit di masa depan. Bila ingin berhubungan dengan pemerintah untuk urusan administrasi. Apapun bentuknya, karena disinilah bentuk “ancaman” itu akan diberlakukan.
Karena ada “ancaman” yang akan diberlakukan. Membuat saya berpikir dan mempertimbangkannya. Mau tidak mau harus mau disuntik vaksin. Ikut vaksin sebatas untuk mendapatkan sertifikatnya. Bukan karena ingin mendapatkan manfaat atau kebaikan dari sebuah vaksin. Menyedihkan!
Tempat Vaksin Massal Gratis
Di kelurahan Utan Kayu Selatan, ada 3 sekolah yang digunakan untuk tempat vaksin massal gratis. Pertama sekali SMPN 7 yang dibuka, di sini antreannya luar biasa banyaknya. Penyelenggaranya adalah pihak kepolisian. Baru sekarang saya melihat pihak kepolisian mengurusi masalah kesehatan. SMAN 22 tempat vaksin kedua yang dibuka. Dua tempat tersebut tidak tahu sejak kapan bukanya. Terakhir adalah di SDN 23, yang dibuka pada tanggal 1 Agustus hingga 17 Agustus 2021. Dengan spanduk bertuliskan Vaksinasi Merdeka dibpagar depan. Tiap harinya ketiga sekolah ini selalu penuh dengan antrean.
Jumat 6 Agustus 2021, antara mau dan tidak. Saya pergi mengambil nomor antrean. Setelah ditanya dan diingatkan oleh suami. Apakah jadi untuk divaksin? Jam 7 lewat menuju SMAN 22, karena menurut informasi di sini khusus memberikan vaksin anak. Yang berusia mulai 12 tahun. Ternyata informasinya tidak benar. Melainkan untuk melayani pemberian vaksin kedua. Petugas mengarahkan ke SDN 23 bagi masyarakat yang ingin divaksin untuk pertama kalinya.
Saya ambil 2 nomor sekaligus dari petugas jaga di SDN 23. Dapat nomor Antrean 106 dan 107 dari 200 nomor yang disediakan panitia setiap harinya. Dengan nomor antrean besar, petugas memberikan saran supaya kembali lagi sekitar pukul 10. “Bisa santai Bu, sarapan saja dulu. Nanti balik lagi” ucap petugas. Sekarang sasaran vaksin sudah menyasar anak berumur 12 tahun. Melalui sekolah, murid-murid didata siapa saja yang sudah dan belum vaksin. Sebetulnya Jumat pekan lalu Nona Kecil sudah didaftarkan untuk vaksin di sekolahnya. Tapi di hari Sabtu mau divaksin dia mengaku pusing, jadi batal. Makanya sekarang saya mengajak Nona Kecil sekalian. Supaya ada temannya dan mau divaksin.
Kebetulan tadi sebelum keluar rumah, ibu berpesan untuk sarapan dulu kalau ingin divaksin. Lihat jam di ponsel belum pukul 8, saya tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan pergi mencari kelapa hijau dan lontong sayur. Kelapa hijau untuk penawar setelah divaksin. Lontong sayur untuk sarapan pagi sebelum divaksin.
Berdua Nona Kecil untuk Divaksin
Karena spontanitas dan tidak direncanakan jauh hari sebelumnya. Sebelum pergi untuk vaksin ke SDN 23 pada jam 10. Saya pun memintakan izin ke wali kelas Nona Kecil. Supaya diizinkan tidak ikut 1 pelajaran terakhir. Selesai urusan izin sekolah, kami berdua langsung menuju tempat vaksin. Sudah banyak orang yang antre di lapangan sekolah. Para peserta vaksin duduk di kursi yang disediakan di bawah tenda. Pemandangan khas tempat vaksin massal yang dibuka di sekolah-sekolah.
Kami pun menuju salah satu kursi sekolah yang telah disediakan. Sambil duduk saya mulai mencari tahu nomor urut berapa yang terakhir. “Mbak, sudah nomor berapa yang terakhir?” tanya saya kepada salah seorang peserta vaksin. Yang ditanya memasang wajah kebingungan. Membuat yang bertanya pun ikut bingung. Sela 5 detik kemudian tersadarlah saya. Ternyata yang ditanya adalah seorang pria dengan rambut panjang digelung rapi ke belakang 😅. Mungkin yang membuat dia tampak bingung karena merasa aneh dengan panggilan “mbak”. Saya pun meralatnya, “Eh maaf Mas, sudah nomor berapa ya?” si Mas pun menjawab singkat, “sudah 90-an.” Mengakhiri rasa malu dan sungkan, akibat salah sapa sebelumnya. Saya pun mengakhiri percakapan kami dengan mengucapkan terima kasih.
Sebenarnya tidak lama proses menunggu antrean, sampai nomor kami dipanggil. Sayangnya, kami tiba di saat ada kendala yang dialami oleh panitia. Menurut panitia ada mesin printer yang digunakan untuk mencetak kartu vaksin mengalami kerusakan. Jadi para peserta harus sedikit lebih lama untuk menunggu. Untungnya waktu menunggu tidak terlalu terasa. Ketika nomor urut mulai dipanggil kembali, dimulai dari nomor 99.
Proses Menuju Vaksin
Saya merasa proses menuju vaksin begitu cepat bahkan seperti diburu-buru 😅. Dimulai dari nomor 106 dan 107 dipanggil oleh petugas. Kami diukur suhunya terlebih dahulu. Selanjutnya, setiap peserta harus menyerahkan 1 lembar fotokopi identitas diri. Fotokopi KTP bagi yang sudah dewasa. Sementara untuk anak-anak yang belum memiliki KTP, menyerahkan fotokopi kartu keluarga. Panitia kemudian mengisi data diri kami dan beberapa pertanyaan di lembaran Kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi Covid-19. Sambil membawa kartu kendali yang telah dilampirkan Fotokopi KTP. Proses selanjutnya masuk ke dalam ruangan, untuk didata kembali oleh petugas. Entah apa yang diisikan. Tapi kali ini data dimasukkan secara komputerisasi.
Sampai sekarang saya masih penasaran apa saja pertanyaan yang ada di lembaran Kartu Kendali Pelayanan Vaksinasi Covid-19. Seharusnya semua pertanyaan yang ada di dalam kartu ini peserta sendiri yang mengisinya. Bukan diisikan dan ditentukan jawabannya oleh panitia. Bagaimana akan didapatkan data yang benar, kalau tanpa dibacakan pertanyaannya terlebih dulu kepada peserta vaksin. Aneh! Bagaimana kalau di dalam pertanyaan ada yang mengenai kondisi kesehatan peserta? Apakah panitia bisa mendeteksi dan punya indera ketujuh. Sehingga mengetahui kondisi kesehatan dari peserta? Pokoknya wes aneh!
Selesai didata, kami diarahkan ke ruangan lain yang berada di sebelahnya untuk disuntik vaksin. Peserta yang ingin divaksin, diukur tekanan darahnya lebih dulu. Ada 3 petugas perempuan yang bertugas mengukur tekanan darah peserta. Setelah harus mengisi nama, nomor ponsel, wilayah tempat tinggal (RT dan RW saja). Di selembar kertas, seperti di ruangan sebelumnya. Proses dilanjutkan dengan suntik vaksin oleh petugas yang berbeda. Tapi masih di ruangan yang sama. Ada 2 meja petugas penyuntik vaksin. Masing-masing ada 2 petugas, pria dan wanita. Tidak jelas apakah mereka dokter atau perawat 😅. Yang jelas salah satu petugas dari tiap meja bisa menyuntik.
Selesai disuntik, kami diarahkan ke ruangan lainnya lagi. Kali ini untuk mengambil Kartu Vaksinasi Covid-19. Para peserta yang telah divaksin menunggu agak lama dibandingkan di 2 ruangan sebelumnya. Di ruangan ini pula ada kejadian tidak menyenangkan. Ada satu peserta vaksin yang menyelak tidak antre. Seorang pria bertubuh tinggi, masih muda, dan sehat. Jadi dia tidak menunggu lama, hanya 5 menit saja. Sementara, peserta lain yang sudah antre harus menunggu sekitar 20 menitan. Menyebalkan sekali 🤔.
Sebelum pulang, kami harus memperlihatkan lembar kartu vaksinasi ke hadapan polisi. Iya polisi, saya tidak salah tik dan anda tidak salah baca. Sambil mengisi data diri lagi pada daftar yang disediakan di selembar kertas. Isiannya: nama, nomor ponsel, wilayah tempat tinggal (RT dan RW saja). Persis seperti di 2 ruangan pertama. Total selama proses vaksinasi harus mengisi sebanyak 3 kali.
Alhamdulillah, Kartu Vaksinasi Covid-19 sudah di tangan. Tinggal menunggu jadwal vaksinasi kedua, setelah 28 hari dari tanggal 6 Agustus 2021. Itulah pengalaman saya menjalani proses vaksinasi Covid-19. Apakah anda punya pengalaman yang sama? Yuk cerita di kolom komentar.